Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Publik Di Pelabuhan Laut Utama Terkait Upaya Percepatan Dwelling Time

Jakarta.Metro Sumut
Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien adalah sistem yang mampu mengintegrasikan daratan dan lautan menjadi satu kesatuan yang utuh dan berdaulat yang berkontribusi kepada terwujudnya Indonesia sebagai Negara Maritim melalui pelaksanaan peranan strategisnya dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan berbagai sektor ekonomi dan pembangunan daerah menuju pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk membentengi kedaulatan dan ketahan perekonomian nasional. Oleh karena itu, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional, sistem logistik nasional juga berperan sebagai wahana pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kamis (03/09/2015).

Informasi yang dihimpun Media ini, Keluhan saat ini dari para pengusaha,kinerja logistik nasional secara umum belum optimal sehingga diperlukan tindakan nyata untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia agar mampu bersiap menghadapi pasar global. Hal ini ditandai dengan hal-hal sebagai berikut, tidak memadainya infrastruktur dari segi kuantitas maupun kualitas, ketidakpastian waktu penyelesaian layanan, biaya dan pungutan tidak resmi atas transaksi yang dilakukan sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi, buruknya pemenuhan waktu (lead time) pemrosesan ekspor
dan impor, keterbatasan pelayanan pelabuhan, tidak memadainya kapasitas dan
jaringan pelayanan yang mendukung penyedia layanan logistik nasional, masalah kronis dalam pengelolaan stok dan fluktuasi kontainer kebutuhan pokok
terutama selama hari-hari libur nasional dan keagamaan, kondisi infrastruktur yang belum sepenuhnya mendukung kegiatan ekspor-impor dan disparitas harga yang signifikan didaerah-daerah perbatasan, terpencil dan terluar.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kinerja logistik nasional Indonesia masih rendah dan belum optimal, hal tersebut menunjuk kepada Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index/LPI) yang pada tahun 2007 LPI Indonesia menduduki peringkat
ke-43 dari 155 negara yang disurvei atau berada di bawah beberapa Negara ASEAN,
yaitu Singapura (ke-1), Malaysia (ke-27) dan Thailand (ke-31). Selanjutnya, pada tahun 2010, LPI Indonesia menjadi peringkat ke-75 dari 155 negara yang disurvei atau lebih rendah dari beberapa Negara ASEAN yaitu Singapura (ke-2), Malaysia (ke-29), Thailand (ke-35) dan bahkan lebih rendah daripada Filipina (ke-44) dan Vietnam (ke-53). Pada tahun 2013, peringkat LPI Indonesia meningkat menjadi ke-59 dari 155 negara yang disurvei namun masih rendah dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN yaitu Singapura (ke-1), Malaysia (ke-21), Thailand (ke-52) dan Vietnam (ke-53).

Kondisi tersebut dapat mengukur kesiapan Indonesia dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN yang akan diberlakukan pada tanggal 31 Desember 2015. Hal tersebut dikarenakan kecepatan logistik merupakan syarat utama untuk bersaing menghadapi persaingan dengan negara-negara ASEAN. Kinerja logistik nasional salah satunya ditandai dengan buruknya pemrosesan ekspor impor serta keterbatasan pelayanan pelabuhan maka diperlukan pendekatan dalam konteks dwelling time pada pelabuhan utama di Indonesia. Persoalan dwelling time yang tinggi di sejumlah pelabuhan bukan hal baru di Indonesia karena sudah menjadi sorotan para pelaku usaha dan juga pemerintah. Pemerintah telah menetapkan paling lambat waktu dwelling time
di pelabuhan selama 4 (empat) hari.  Fakta yang terjadi, rata-rata dwelling time di pelabuhan di Indonesia pada saat ini masih sekitar 10 (sepuluh) sampai dengan 15
(lima belas) hari.

Bertambahnya waktu tunggu di pelabuhan terpenting Indonesiamemberi dampak negatif pada perekonomian negara dalam 2 (dua) hal yaitu pertama, industri yang berorientasi ekspor menghadapiketidakpastian akibat keterlambatan, sehingga mengurangi dayasaing produk Indonesia di luar negeri. Manufaktur just-in-time,sistem perusahaan harus mengelola jadwal secara ketat dan teratur mengimporbahan mentah dan mengekspor dalam bentuk barang jadi. Secara keseluruhan, sekitar 20% bahan bakuperusahaan asing atau perusahaan yang berorientasi ekspor diIndonesia masih diimpor. Kedua, hambatan dankemacetan di pelabuhan mendongkrak biaya bagi usaha domestikdan pada akhirnya merupakan harga yang dibayar oleh konsumen.

OmbudsmanRepublik Indonesia melakukan investigasi sistemik dengan mengambil contoh pada 4 (empat) Pelabuhan Utama, yaituPelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan danPelabuhan Soekarno Hatta Makasar. 4 (empat) pelabuhan tersebut merupakan pintu masuk perdagangan internasional dengan volume impor yang cukup tinggi. Kondisi dwelling time di 4 (empat) pelabuhan tersebut cukup tinggi. Kementerian Pertanian menetapkan keempat pelabuhan utama sebagai tempat pemasukan holtikutura sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia,dalam kenyataannya dilapangan belum memiliki instalasi karantina yang memadai serta adanya penyerahan depo karantina untuk dikelola oleh pihak ketiga.(Melvy).



Tidak ada komentar