Hakim Tipikor Bengkulu Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka
Jakarta.Metro
Sumut
KPK
menetapkan lima orang sebagai tersangka dugaan suap, dua diantaranya merupakan
hakim tipikor. Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka terkait operasi tangkap
tangan yang dilakukan Satgas KPK di Bengkulu. Selasa (24/05/2016).
Informasi
yang dihimpun Media ini, Kelimanya yakni hakim tindak pidana korupsi (tipikor)
sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor
PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin
alias Billy. Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) dr Muhammad Yunus Bengkulu Syafri Syafii, dan mantan wakil direktur
keuangan RS tersebut, Edi Santroni.
Pelaksana
Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta
mengatakan setelah melakukan pemeriksaan 1 x 24 jam, KPK melakukan gelar
perkara dan memutuskan meningkatkan status ke penyidikan sejalan dengan
penetapan kelimanya sebagai tersangka “ Katanya.
Menurut
Yuyuk, kasus dugaan suap ini terkait dengan sidang perkara dugaan korupsi honor
Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Pada
perkara itu, Syafri dan Edi duduk menjadi terdakwa. Atas perbuatannya, Janner
dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c
atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1
KUHP.
Sementara
Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau
b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Syafri dan Edi
selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf
a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto
Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Adapun
perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu ini
bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat
Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr
Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan
Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim
pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara diduga rugi sebesar Rp 5,4
miliar. Pada persidangan terdakwa Edi dan Safri, PN Bengkulu menunjuk tiga
anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.(Melvy).
Post a Comment