Dugaan Kasus Korupsi Proyek MCK Rp 90 M Jadi Bancakan DPRD Banten
Serang.Metro Sumut
Dugaan praktik korupsi proyek
pembangunan infrastruktur untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) pada Dinas Sumber
Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Provinsi Banten, Proyek pembangunan MCK yang
dibiayai dari dana hibah tersebut tersebar disejumlah wilayah di Banten.
Selasa (08/12/2015).
Informasi yang dihimpun
Media ini, Proyek MCK di DSDAP Banten yang dikemas dengan nama proyek pengadaan
sarana air bersih terancam tidak bisa dicairkan, menyusul adanya Surat Edaran
(SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang menegaskan penerima dana hibah harus
badan/yayasan yang berbadan hokum, Sementara penerima hibah proyek MCK adalah
kelompok masayarakat yang tidak berbadan hukum.
Proyek MCK ini dikuasai
oleh anggota DPRD Banten karena proyek tersebut diklaim sebagai aspirasi
anggota dewan. Jumlah MCK yang akan dibangun sebanyak 600 titik yang tersebar
di kabupaten/kota di Banten dengan total anggaran yang dihabiskan mencapai Rp
90 miliar.
Proyek ini sudah
dibagi-bagi ke anggota DPRD Banten dan fee-nya sebagian besar telah dipungut
oleh anggota dewan, Masing-masing anggota dewan mendapat jatah 15 hingga 20
paket proyek MCK dengan nilai antara Rp 150 juta hingga Rp 200 juta per paket.
Jatah proyek untuk angggota DPRD Banten ini senilai Rp 1,5 miliar hingga Rp 2
miliar per orang.
Tidak Perlu Lelang, Untuk
mengerjakan proyek MCK ini, anggota dewan tidak perlu mengikuti lelang di Unit
Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) tetapi
melalui mekanisme penunjukan langsung. Karena itu anggota dewan bebas memilih
CV atau PT untuk mengerjakan proyek tersebut.
Koordinator Lembaga
Kajian Independen (LKI) Banten Dimas Kusuma kepada SP, Minggu (6/12)
menjelaskan proyek pengadaan MCK atau paket proyek pengadaan sarana air bersih
di DSDAP Banten merupakan bagian dari jatah proyek anggota DPRD Banten.
Jatah proyek bagi
anggota dewan ini sudah pernah dikritisi sebelumnya pada saat APBD 2015 sedang
dalam proses disusun. Namun, pada akhirnya jatah proyek buat anggota dewan
tersebut tetap direalisasikan.
Dimas memaparkan, pada
APBD 2015 terdapat jatah proyek senilai Rp 1,5 miliar per anggota dewan, dan Rp
3 miliar hingga Rp 5 miliar untuk pimpinan dewan.
Bukan hanya itu, untuk
anggota dewan yang menjabat sebagai ketua fraksi, ketua komisi, ketua Badan
Anggaran, ketua Badan Musyawarah (Banmus), ketua Badan Legislasi (Banleg),
ketua Badan Kehormatan (BK) masing-masing mendapat tambahan jatah proyek
senilai Rp 500 juta. Sementara anggota dewan yang menjabat sebagai wakil ketua
dari alat kelengkapan dewan yang ada, masing-masing mendapat jatah tambahan
senilai Rp 250 juta.
Jatah per Orang Rp 1,5-5
Miliar, Jadi untuk anggota dewan biasa akan mendapat jatah proyek Rp 1,5 miliar
per orang, sementara untuk anggota dewan yang menjabat sebagai ketua dari alat
kelengkapan dewan termasuk ketua fraksi mendapat jatah Rp 2 miliar, dan yang
menjabat sebagai wakil ketua alat kelengkapan dewan mendapat jatah proyek
senilai Rp 1,750 miliar.
Sedangkan ketua dewan
mendapat jatah proyek senilai Rp 5 miliar, dan para wakil ketua dewan mendapat
jatah proyek senilai Rp 3 miliar.
Selain itu,
masing-masing anggota DPRD Banten juga mendapat jatah dana hibah dan bansos,
yang nilainya bervariasi dengan rata-rata masing-masing anggota mencapai
miliaran rupiah.
Dana hibah atau bansos
ini diberikan ke yayasan/lembaga yang direkomendasikan atau diusulkan oleh
masing-masing anggota dewan untuk konstituen di daerah pemilihannnya.
Namun, dalam faktanya,
pemberian dana hibah atau bansos ini tidak murni untuk kepentingan
yayasan/lembaga penerima hibah dan bansos. Dana hibah dan bansos, berdasarkan
fakta yang terjadi selama ini, dipotong oleh orang yang memperjuangan dana
hibah/bansos tersebut. Hal ini menjadi kekhawatiran sejumlah pihak bahwa jatah
hibah dan bansos untuk masing-masing anggota DPRD Banten hanya sekadar modus
untuk merampok APBD Banten.
Dimas menjelaskan, jatah
proyek anggota dewan tersebut ada yang dikemas dalam paket program air bersih
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini dibuat dalam bentuk program
pembangunan MCK yang berada di DSDAP Provinsi Banten.
Pada tahun 2014,
nilainya mencapai Rp 35 miliar untuk pembangunan penyaluran air bersih dan
pembuatan MCK. Pada tahun anggaran 2015, nilainya bertambah cukup besar yakni
mencapai Rp 90 miliar.
Mafia APBD, Berdasarkan
hasil investigasi SP, masing-masing anggota dewan memungut fee sebesar 10-15
persen dari jatah proyek yang ada. Total jatah proyek buat 85 anggota DPRD
Banten pada APBD 2015 mencapai sekitar Rp 200 miliar lebih,“ Ini merupakan
praktik mafia APBD. Hal seperti ini harus diusut oleh aparat penegak hokum “
Ucap Dimas.
Menurutnya, jatah proyek
anggota dewan tersebut, ada yang dalam bentuk paket yang nilainya Rp 2 miliar,
Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar, yang dititipkan ke SKPD. Agar bisa mengendalikan
proyek tersebut, anggota dewan akan bermain di tingkat ULP dan LPSE sehingga
perusahaan yang direkomendasikannya bisa memenangkan lelang atau tender proyek
tersebut.
Dimas menegaskan,
pembagian jatah proyek dan dana hibah/bansos bagi anggota DPRD Banten merupakan
tindak pidana korupsi. Karena itu, menurut Dimas, anggota DPRD Banten harus
diseret ke proses hukum.
Dimas menegaskan, dalam
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, khususnya pada pasal 108,
poin e, i dan j ditegaskan bahwa anggota DPRD provinsi berkewajiban
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; menyerap dan menghimpun
aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat,“ Kalau anggota DPRD Banten
periode 2014-2019 berdalih bahwa pembagian jatah proyek itu merupakan aspirasi
masyarakat, sangat mudah dipatahkan. Kapan mereka reses dan menyerap aspirasi
konstituen " Katanya.
Penyerapan aspirasi
untuk perencanaan pembangunan itu dilakukan melalui Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrembang) yang melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat
kecamatan, kabupaten/kota hingga tingkat provinsi," Kami juga sudah
melakukan kroscek ke sejumlah SKPD di Pemprov Banten bahwa jatah proyek itu
memang sengaja dialokasikan untuk anggota dewan, bukan untuk kepentingan
masyarakat. Masing-masing anggota dewan akan menarik fee maksimal 15 persen
dari jatah proyek yang dititipkan di sejumlah SKPD tersebut ” Tegas Dimas.
Sementara terkait dana
hibah dan bansos, Dimas menegaskan, yayasan/lembaga atau organisasi penerima
dana hibah dan bansos yang direkomendasikan oleh anggota dewan itu perlu
diverifikasi terlebih dahulu. Sebab, kasus dana hibah dan bansos selama ini
banyak yang fiktif. Secara administratif, yayasan/lembaganya ada, namun ketika
diverifikasi ke lapangan ternyata tidak ada.
Selain itu,
lembaga/yayasan penerimanya ada, namun dana hibah/bansos yang diterima tidak
utuh, dipotong oleh oknum yang merekomendasikan dana hibah tersebut. Namun,
ironisnya, penerima dana hibah dan bansos dituntut untuk membuat laporan
pertanggungjawaban secara utuh.
Tanggapan Ketua DPRD, Sementara
itu, Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengakui bahwa pihaknya memiliki paket
proyek MCK di DSDAP Banten sekitar belasan lebih paket dengan total nilai Rp 2
miliar,“ Yah benar, proyek MCK tersebut merupakan kegiatan aspirasi dewan.
Namun, jatah saya sudah dilaksanakan pada APBD murni. Proyek MCK tersebut
dengan perencanaan yang jelas. Saya mendapat keluhan dari masyarakat bahwa
pembangunan sarana MCK tersebut menjadi mubazir karena tidak dilengkapi instalasi
air dan instalasi listrik “ Jelasnya.
Asep juga mengakui, dana
hibah terkait proyek MCK tersebut tidak bisa dicairkan menyusul adanya SE
Mendagri Nomor 900/4627/SJ yang mewajibkan penerima harus badan atau lembaga
atau yayasan yang berbadan hukum.
Secara terpisah,
Sekretaris Daerah (Sekda) Banten selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) Banten Ranta Soeharta mengatakan, dana hibah untuk proyek MCK itu tidak
bisa dicairkan karena terkendala aturan,“ Lebih baik kegiatan tersebut diundur
ke 2016 mendatang daripada harus berurusan dengan hukum. Peraturannya sudah
jelas bahwa penerima harus berbadan hukum. Kalau dipaksakan untuk dicairkan
maka risikonya akan berurusan dengan hokum ” Ungkapnya.
Kepala Seksi (Kasi) Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) DSDAP Banten selaku Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek MCK tersebut, Adib Solihin, mengakui bahwa
sebagian besar proyek MCK tersebut sudah dikerjakan oleh pihak ketiga.
Adib mengaku bahwa dana
hibah yang membiayai proyek MCK tersebut kemungkinan besar bisa dicairkan
karena Surat Edaran Mendagri baru muncul pada tanggal 18 Agustus 2015,“ Intinya
kami masih menunggu solusi dari Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Provinsi Banten terkait dana hibah untuk proyek MCK tersebut “ Kata Adib.(Eva).
Post a Comment