Ketika Makam Raja Sidabutar ‘Menangis’
Samosir.Metro
Sumut
Libur
Aidil Fitri kemarin ikut jalan-jalanlah patik dengan tamu yang datang dari
jauh, berwisata ke Tomok, pulau Samosir. Dua tamu patik bergelar doktor, satu
penulis puluhan judul buku di Malaysia, ada PNS, ada kepala sekolah, mahasiswa
dari PT terkemuka di Jawa. Patik seperti pemandu wisata, ingin menjelaskan pada
tamu patik berbagai penanda di situs ini , hubungan antara Aceh dengan
pedalaman Batak sebelum masuknya agama Kristen. Sudah 10 tahun patik tak ke
sini dan sekarang terkejut melihat berbagai perubahan. Rabu (13/07/2016).
Informasi
yang dihimpun Media ini, Para tamu patik senyum-senyum melihat ada dua kotak
sumbangan (dikotaknya ditulisi bahasa Indonesia dan Inggris) juga mereka heran
melihat situs itu dikepung berbagai himbauan dalam dua bahasa yang
terjemahannya berbeda walau maksudnya sama mengarah ke dua kotak sumbangan itu.
Misalnya
ditulis di satu kotak “Kotak Partisipasi” (bahasa Inggrisnya dibuat “Welfare
Box), lalu ada dikotak di tulis “Kotak Amalan” (yang Malaysia itu nanya,
“Amalan” maksudnya apa?). Di areal pemakaman seluas lapangan badminton itu
dikepung berbagai himbauan, tapi tak ada penjelasan akademis ini kompleks apa dan
artinya bagi sejarah pulau Samosir dan tanah Batak?
Sebagai
pemandu sok tahu sejarah Batak, berusahalah patik menjelaskan berbagai hal
jumpalitan yang ada di makam yang dihimpit ratusan pedagang souvenir dan
disesaki ribuan pengunjung itu.
Yang
membuat patik tertegun harusnya situs ini sudah ditetapkan menjadi situs cagar
budaya berdasar undang undang cagar budaya. Jika belum maka lalaikah Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Kabupaten Samosir serta Provinsi Sumut, Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dan Dirjen Kebudayaan RI?. Sebagai cagar budaya
maka situs ini tidak dapat diperlakukan semena mena, dicat, diberi ornamen
ornamen tambahan yang tidak ada pada situs aslinya.
Tapi
inilah dia namanya wisata sejarah, patik sok tahu menjelaskannya pada tamu
patik dan ingin menyenangkan mereka dalam program “Welcome to Tomok ini”.Patik
lihat gajah di kanan kiri makam sudah dicet warna putih (mungkin maksudnya
mirip Gajah Putih Aceh?). Arca sisi makam dicat warna warni mistis Batak (hitam
merah putih). Tapi kontras dengan suasana sakral kompleks makam, tempat ini
sudah jadi seperti Time Zone yang mengesankan pengunjung karena anak anak bebas
naik patung “anak gajah” dan ratusan pengunjung berfoto selfie bersandar di
dinding makam sambil tagolak, makan minum.
Tamu
patik nanya, ini makam beneran yang sakral atau replika untuk mainan? Patik
bilanglah dengan gaya pemandu amatiran : “ini sakral masih sakral, dan makam
asli, lihatlah itu ada makam baru di sampingnya. Tapi untuk menyenangkan
wisatawan seperti Tuan dan Puan, maka makam ini dijadikanlah objek wisata yang
unik.” Patik lihat berkerut kening para tamu patik. (Beberapa meter dari makam
patik lihat banyak Arca kecil terlantar dekat patung Sigale Gale. Arca Kuno
atau baru buatkah ini? Patik alihkan perhatian tamu patik agar tak melihat ini,
payah patik jelaskannya nanti).
Lalu
ada kontras relif berwarna aneh, sepasang cicak merubung empat payudara
perempuan di tembok. Sepuluh tahun lalu gak ada relif ini, ini tambahan baru.
Sebagai pemandu wisata amatiran mulai pening kepala patik jawab pertanyaan
kritis tamu tamu patik ini. Relif seperti ini banyak pula di hotel hotel
sekitar Prapat. “Apakah ada hubungan cicak, payudara, gajah putih dan raja
Sidabutar yang dikuburkan di situ?” Di sebelah relif cicak ada pula dibuat
daftar tak nyambung, seakan wilayah kekuasaan sang Raja? Dibuat di situ “Toba,
Simalungun, Dairi/Pakpak, Tapsel, Karo”.
Kompleks
makam dinaungi pohon pohon tua seakan menjaga kesakralan walau hiruk pikuk.
Sambil menggiring tamu keluar kompleks patik lirik Arca Raja Sidabutar di
kepala makam, seperti mau menangis Arca itu, atau patik kah yang sebenarnya mau
menangis, situs sejarah yang potensial ini, di tengah banyaknya pengunjung
terdidik juga pejabat, jadi seperti ini? Bagaimana pula nasib ribuan situs
terlantar di tempat terpelosok sana? (Ichwan Azhari, Sejarawan).
Post a Comment