Gubernur DKI Sebut Bangunan Di Pulau Reklamasi Tidak Masalah
Jakarta.Metro Sumut
Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bangunan-bangunan yang sekarang berdiri di
beberapa pulau reklamasi tidak masalah, meski pengembang belum mendapatkan izin
mendirikan bangunan (IMB). "Itu nggak masalah, kan ada proses denda. Ada
hitungan (besarannya) " Katanya usai diperiksa di KPK. Rabu (11/05/2016).
Informasi yang dihimpun
Media ini, Memang, ada beberapa pulau, seperti Pulau C dan D yang diketahui
sudah didirikan bangunan. Padahal, pendirian bangunan tersebut belum dilengkapi
IMB. Apabila mengacu PP No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, ada sanksi administrasi terhadap pendirian bangunan tanpa IMB.
Sesuai Pasal 113 PP
No.36 Tahun 2005, sanksi yang dapat dikenakan, antara lain berupa peringatan
tertulis, penghentian sementara, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Ada
pula sanksi lainnya yang dapat dikenakan, berupa denda paling banyak 10 persen
dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
Pria yang akrab disapa
Ahok ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan suap pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
KPK telah menetapkan
tiga orang sebagai tersangka, yakni Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad
Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan
Trinanda Prihantoro yang merupakan asisten Ariesman. Ariesman diduga memberikan
sejumlah uang kepada Sanusi melalui Trinanda.
Ahok menjelaskan,
pemeriksaannya hanya untuk melengkapi berkas ketiga tersangka. Ahok
mengungkapkan, selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia hanya
mengeluarkan tiga izin terkait reklamasi. Namun, tidak disebutkan, apakah izin
yang dimaksud adalah perpanjangan izin prinsip atau izin pelaksanaan reklamasi.
Terkait pemeriksaan Ahok
ini, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak sebelumnya
menyatakan bahwa penyidik memang akan memeriksa Ahok seputar proses pembahasan
Raperda, antara lain mengenai penetapan tambahan kontribusi 15 persen yang
dibebankan kepada pengembang pulau reklamasi.
Penyidik juga ingin
menggali penyebab "molornya" pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta.
Pasalnya, dari keterangan saksi-saksi sebelumnya, terungkap bahwa pembahasan
Raperda terkatung-katung karena belum ada kesepakatan mengenai poin tambahan
kontribusi 15 persen yang dimasukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta
dalam Raperda.
Selain itu, penyidik
ingin mengetahui bagaimana proses terbitnya izin terkait reklamasi selama Ahok
menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui, sejak menjabat
Gubernur DKI Jakarta, setidaknya Ahok telah mengeluarkan izin pelaksanaan
reklamasi untuk empat perusahaan pengembang.
Keempat perusahaan itu,
PT Muara Wisesa Samudra (cucu perusahaan PT APL) untuk pelaksanaan reklamasi
Pulau G, PT Jakarta Propertindo untuk pelaksanaan reklamasi Pulau F, PT Jaladri
Kartika Pakci untuk pelaksanan reklamasi Pulau I, dan PT Pembangunan Jaya Ancol
untuk pelaksanaan reklamasi Pulau K.
Sementara, untuk izin
pelaksanaan reklamasi di beberapa pulau lain yang digarap PT Kapuk Naga Indah
(anak usaha Agung Sedayu Group) disebut-sebut bukan diterbitkan oleh Ahok,
melainkan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. PT Kapuk Naga Indah ini diketahui
sudah mendapatkan izin reklamasi untuk Pulau C dan D.
Terkait kasus Sanusi,
Ariesman, dan Trinanda, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, baik dari pihak
Pemprov, DPRD DKI Jakarta, maupun pengembang, termasuk bos Agung Sedayu Group,
Sugianto Kusuma alias Aguan. KPK juga telah memeriksa Direktur Agung Sedayu,
Richard Halim Kusuma dan Staf Khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja.
Beberapa waktu lalu,
Sunny mengaku pernah berkomunikasi dengan pihak pengembang dan Sanusi. Diduga
pula ada pertemuan antara Aguan dengan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi
Marsudi, Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, anggota Badan
Legislasi DPRD DKI Jakarta Muhammad Sangaji, serta Ketua Pansus Reklamasi
Selamat Nurdin.
Pertemuan dengan Aguan
ini pun diamini Prasetio usai diperiksa KPK pada 3 Mei 2016. Namun, menurut
Prasetio, pertemuan itu hanya silaturahmi dan sama sekali tidak membahas
Raperda. Sebab, Prasetio pernah memiliki hubungan kerja dengan Aguan.
"Saya kan bekas salah satu karyawan beliau," ujarnya kala itu.
Dalam kasus ini, Sanusi
yang merupakan politikus Partai Gerindra diduga menerima sejumlah uang dari
Ariesman melalui Trinanda sejumlah Rp2 miliar. Pemberian itu diduga untuk
mempengaruhi pembahasan Raperda yang tengah berproses di DPRD DKI Jakarta. Dari
penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar.
KPK kembali menyita uang
sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi. Kemarin, KPK menemukan uang lainnya
berjumlah AS$10 ribu yang tersimpan di brankas Sanusi. Namun, dugaan suap ini
telah dibantah pengacara Sanusi maupun pengacara Ariesman. Keduanya mengaku,
uang Rp2 miliar bukan uang suap.(Melvy).
Post a Comment