Begini Saran RELI Pada Investor Saham Di Saat Momen Pilkada
Jakarta.Metro
Sumut
Bursa
Efek Indonesia (BEI) mencatat, rata-rata nilai transaksi harian saham pasca
panjang lebaran mengalami penurunan sebesar 7,61% menjadi Rp9,76 triliun dari
Rp10,57 triliun pada sepekan sebelumnya.
Sedangkan
rata-rata volume transaksi harian saham pekan ini berubah 32,74% menjadi 7,81
miliar unit saham dari 11,61 miliar unit saham sepekan sebelumnya.
Rata-rata
frekuensi transaksi harian saham juga mengalami perubahan 0,33% menjadi 452,95
ribu kali transaksi dari 454,45 ribu kali transaksi sepekan. Sementara, kapitalisasi pasar BEI juga
berubah 2,71% ke posisi Rp6.535,21 triliun dari Rp6.716,99 triliun sepekan
sebelumnya.
Kondisi
bursa yang masih landai, disertai dengan momen pemilihan kepala daerah (Pilkada),
seringkali membuat para investor khawatir, pasar akan memerah.
Nah,
agar investor tetap meraih cuan selama proses politik dan usai liburan, PT
Reliance Sekuritas Indonesia (RELI) Tbk, memberi sejumlah catatan.
Associate
Head of Research PT Reliance Sekuritas Indonesia (RELI), Lanjar Nafi
menjelaskan, selain terus mencermati kondisi dalam negeri, investor juga
diminta untuk memantau kondisi ekonomi global.
Antara
lain, perkembangan prospek suku bunga Amerika Serikat (AS), perseteruan AS dan
China pada isu perdagangan dan Pertemuan OPEC dalam rencana pelepasan produksi
minyak.
Di
sisi lain, keinginan Arab Saudi untuk menjadikan Aramco sebagai perusahaan
publik terbesar dunia, beringsut setapak ke depan. Masuknya saham saham Arab
Saudi ke dalam indeks MSCI Emerging Market, menyambungkan koneksi antara pasar
keuangan Arab - yang selama ini nyaris tertutup - dengan pasar keuangan global.
Namun
sukses IPO Aramco tergantung pada trend harga minyak. Arab saudi sangat berkepentingan agar harga
minyak tetap tinggi dan tidak jatuh di bawah $ 60 per barrel (WTI).
"Karena
pada saat agenda penting diatas menjadi faktor utama pergerakan bursa saham di
Global IHSG ditutup libur panjang.
Sehingga
sentimen diatas layak menjadi perhatian pasca libur. Karena akan menyesuaikan
dengan kondisi atau pesimisnya akan terjadi aksi jual investor asing mengingat
resiko yang mulai timbul lebih besar pada negara emerging market," ucap
Lanjar, dalam Keterangan Pers, Rabu (27/6).
Nah,
karena sentimen utama penggerak bursa masih berasal dari level global, di sisi
lain investor juga cenderung memilih wait and see, dan sentimen positif dalam
negeri masih minim, ia menyarankan agar investor mulai kembali perhatikan
saham-saham yang dimiliki dan trading jangka pendek dengan disiplin Stop-loss
dan profit taking.
"Mengurangi
mengambil langkah average down, namun cermati langkah beli pada saat saham
mulai kembali pada trend positif meskipun jangka pendek," ujar Lanjar.
Ia
memprediksi, momen Pilkada serentak pada pekan ini, relatif tidak akan memberi
pengaruh besar pada pergerakan IHSG. Sentimen di level global, seperti
disebutkan di atas, menurut Lanjar justru lebih berpengaruh karena akan
berdampak langsung terhadap kondisi rupiah.
"Untuk
Pilkada tidak begitu berpengaruh, karena sentimen yang ada di global justru
cenderung mengkhawatirkan karena mengancam stabilitas nilai tukar rupiah dan
capital out flow investor asing," tegasnya.
Ketika
ditanya apakah saat momen politik, di mana seringkali ada sejumlah saham naik
turun, merupakan momen pas untuk beli, menurut Lanjar tidak bisa dijadikan
patokan. Kata dia, momen-momen politik tidak dijadikan acuan dalam mengoleksi
saham atau aset berisiko lainnya.
Kata
Lanjar, investor atau calon investor, sangat disarankan mulai membeli saham
atau aset beresiko lain dengan merujuk pada pemahaman segi bisnis
perusahaannya, kondisi perkembangan
industri dan ekonomi hingga pergerakan harga sahamnya.
Nah,
dalam kondisi pasar seperti saat ini, dimana ada sentimen global yang
diwanti-wanti, dan momen politik di dalam negeri, ia menyarankan agar
mencermati saham-saham konsumer, perbankkan dan properti konstruksi yang sudah
terkoreksi cukup dalam, sambil mencermati adanya potensi teknikal rebound
jangka pendek.
Terakhir,
investor juga diminta tak terlalu khawatir dengan momen Pilkada. Cermati,
berbagai kebijakan anyar yang rencananya akan dikeluarkan pemerintah, seperti
rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI Rate menyusul naiknya
suku bunga AS dan tertekannya kembali nilai tukar rupiah terhadap USD.
Jangan
lupa, kata Lanjar, cermati juga kebijakan administrasi AS dalam pengenaan tarif
perdagangan antara China, dan isu pada tarif mobil Eropa.
Kemudian,
kebijakan atau hasil pertemuan OPEC dalam membahas produksi minyak guna
menstabilkan harga minyak yang mulai naik signifikan dari level terendah di
awal tahun.
"Semua
kebijakan di level global, justru sangat penting dicermati para investor, agar
selalu meraih cuan," tegasnya.
Direktur
Utama RELI, Anita menambahkan, jika seorang investor memiliki tujuan investasi
dalam jangka panjang, seperti menyiapkan dana pendidikan anak, atau juga
menyiapkan kebutuhan dana pensiun, maka pilihan investasi yang paling tepat
seharusnya instrumen yang memiliki potensi return tinggi dalam jangka panjang,
dalam hal ini saham.
"Misal,
jika seorang investor memiliki tujuan investasi untuk memenuhi dana pendidikan
anak di masa depan, maka pilihan investasi harus saham. Begitu juga misal untuk
kebutuhan dana pensiun, instrumen saham juga yang paling pas," ucap Anita.
Namun
demikian, dalam setiap investasi, dia mengingatkan pasti ada faktor risiko. Hal
ini juga tetap harus diperhatikan dengan seksama, dan yang pasti dalam
investasi jangka panjang investor harus rutin dan menyisihkan dana secara
berkala namun berkelanjutan agar target dan tujuan investasi bisa tercapai.
Kalaupun
terjadi penurunan dalam hal nilai investasi saham, menurut Anita, hal itu
sangat wajar. Namun, dalam jangka panjang, di atas 10 tahun, pergerakan IHSG
selalu positif dan mampu memberi imbal hasil optimal. Tentu saja, selalu
cermati berbagai hasil riset dan analisa pasar saham, termasuk yang diberikan
oleh RELI.
"Investasi
jangka panjang akan melewati fase-fase yang dapat mengurangi risiko. Misal, di
tahap pengumpulan kekayaan, maka investor harus memilih instrumen yang memiliki
tingkat pertumbuhan tinggi, yang tentunya memiliki risiko tinggi pula."
Dia
melanjutkan, jika sudah mendekati waktu pengambilan dana investasi, maka
strategi diubah lagi dengan cara dipindahkan ke instrumen yang relatif lebih
moderat, dengan harapan dana tersebut tidak tergerus manakala terjadi gejolak
pasar yang datang tiba-tiba.
"Dengan
strategi itu, maka investor bisa menjaga kekayaan yang sudah didapat selama
masa investasi. Bisa saja, setelah investasi saham langsung, kemudian dialihkan
ke reksadana saham. Setelah makin dekat ke masa pencairan dana, dapat juga
ditempatkan ke reksadana pendapatan tetap, dengan begitu imbal hasil investasi
selalu terjaga dari potensi tergerus gejolak pasar," ujar Anita.(rs).
Post a Comment