Mendagri : Kelompok Yang Berpotensi Memecah Bangsa Harus Dilawan
Medan.Metro
Sumut
Menteri
Dalam Negeri RI, Tjahyo Kumolo menegaskan bahwa saat ini yang paling
membahayakan bagi kesatuan bangsa adalah masalah radikalisme dan terorisme.
Oleh karena itu, jika ada keberadaan kelompok maupun organisasi masyarakat
(ormas) dan golongan yang berpotensi mengganggu ideologi negara dan memecah
belah bangsa maka harus dilawan. Minggu (17/09/2017).
“Paling
membahayakan itu adalah masalah radikalisme dan terorisme. Kalau ada kelompok
maupun ormas yang ingin mengubah dasar negara dan memecah belah bangsa ini
harus dilawan,” ujar Tjahyo dalam Seminar Nasional Pendidikan Kebangsaan :
Revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan nasional yang digelar Alumni
Universitas Katolik Santo Thomas Sumut bekerjasama dengan Universitas Katolik
Santo Thomas Sumut, Sabtu (16/9).
Turut
hadir Gubsu, Tengku Erry Nuradi, Rektor
Unika Santo Thomas, Frietz R Tambunan, Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut,
Prof. Dr. Dian Armanto, Ketua Yayasan Unika Santo Thomas, Dr. Cosmas Batubara,
Ketua alumni terpilih Unika Santo Thomas, Oloan Simbolon, Anggota DPD RI asal
Sumut, Parlindungan Purba, Wakil Walikota Medan, Akhyar Nasution juga sejumlah
alumni, civitas akademika dan mahasiswa Unika Santo Thomas.
Lebih
lanjut dikatakan Tjahyo, tidak boleh ada dakwah maupun khotbah yang dijadikan
alat untuk mengubah ideologi dan dasar negara, serta merusak kemajemukan
bangsa. Kalau ada yang melakukan khutbah maupun dakwah dengan tujuan untuk
mengganti dasar negara maka ini harus dibubarkan. “Ini perintah dari bapak Jokowi.
Kita harus berani melawan ini. tidak bolah ada pembiaran karena di negara itu
ada aturan, di organisasi ada aturan di perguruan tinggi ada aturan, bahkan
hingga di rumah tangga juga ada aturan. Jadi kalau ada ancaman bagi negara kita
harus kita lawan,” tegasnya.
Untuk
itulah, kata Tjahyo, dalam melakukan dakwah maupun khutbah sebaiknya harus
sesuai dengan ajaran agama. Misalnya, Islam harus sesuai dengan Al-quran dan
Hadis, kalau Kristen harus sesuai dengan ajaran injil, begitu juga dengan
ajaran agama lainnya. “Tidak hanya dalam dakwah ataupun khutbahnya. Tapi kalau
nanti dalam proses organisasi dalam kelompok ataupun organisasi itu kita tahu
bertujuan untuk memecah NKRI, ini juga harus kita lawan dan bubarkan,” jelas
Tjahyo.
Dikatakan
Tjahyo, negara tidak boleh kecolongan dan tidak boleh negara kalah dengan
kelompok yang ingin memecah belah bangsa. Apalagi urusan menangkal terorisme
dan radikalisme ini bukan hanya tugas TNI-Polri dan inteligen melainkan juga
tanggungjawab kita bersama.
Pengalaman
yang lalu sudah cukup membuat pelajaran bagi bangsa, dimana kelompok Gafatar
mampu melakukan perekrutan mulai dari rekruitmen tertutup dan terbuka tidak ada
yang tahu. Bahkan ketika kelompok tersebut sudah masuk hijrah tapah 4 yang akan
melawan negara, barulah ketahuan. “Inilah yang tidak boleh terjadi lagi. Negara
kita memiliki aturan, untuk berhimpun, berkumpul membentuk kelompok itu harus
mengikuti aturan yang ada sebagai negara yang punya ideology,” katanya.
Sehingga
ke depan, kata Tjahyo nilai-nilai Pancasila ini harus dijabarkan dalam
pengambilan kebijakan politik dan pengajaran apapun. “Kita harus menempatkan
semua kebijakan yang diambil harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,”
ujarnya.
Dalam
kesempatan itu, Tjahyo juga mengatakan tantangan lainnya yang harus dihadapi
bangsa Indonesia setelah 72 tahun merdeka adalah masalah sandang, pangan dan
juga papan yang belum terpenuhi seluruhnya. “Kalau masalah sandang memang kita
sudah hampir selesai memenuhi ini, tapi masalah pangan kita masih banyak melakukan
impor begitu juga masalah papan, masih banyak masyarakat yang belum memiliki
rumah,” ujarnya.
Selain
itu, masalah yang belum diselesaikan lainnya seperti ketimpangan sosial yang
masih ada. Angka kematian ibu hamil yang tinggi, kanker serviks hingga pendidikan
yang belum optimal. “Di samping itu masih ada tantangan narkoba dan persoalan
korupsi yang trennya terus naik,” terangnya.
Gubsu,
Tengku Erry Nuradi mengatakan founding fathers bangsa sudah menyatukan ribuan
pulau, ratusan suku dan keragaman dengan satu bahasa. Harusnya, hal ini menjadi
satu kekuatan sehingga saat ini kita mengenal Bhineka Tunggal Ika. “Kita
ditakdirkan berbeda-beda, tidak hanya beda agama, suku tapi kita bersatu dalam
kebhinekaan. Oleh karena itu NKRI adalah harga mati. Kita harus bangga hidup
dalam kebhinekaan dan tetap satu dalam negara NKRI,” jelas Erry.
Dalam
kesempatan itu, Erry juga mengharapkan kepada mahasiswa yang bakal menjadi
generasi bangsa harus bangga menjadi bangsa Indonesia. Sebab dari 185 negara,
Indonesia masuk menjadi 20 negara besar yang mempengaruhi dunia. “Harapan kita
ke depan jika saat ini kita masih masuk dalam G-20, maka generasi ke depan kita
harapkan bisa masuk menjadi negara terbesar yang menjadi kekuatan dunia,” papar
Erry.
Hadir
juga sebagai pembicara dalam kesempatan itu, Kepala Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), Yudi Latief, Ketua PB NU, Prof. Dr KH.
Said Aqil Sirodj, Ketua Yayasan Unika Santo Thomas, Dr Cosmas Batubara dan
Menteri ESDM, Ignasius Jonan.(Humas Provsu)-(Riva).
Post a Comment