Menkumham Soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dan Perppu Kebiri

Jakarta.Metro Sumut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyampaikan dukungannya terhadap Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang diajukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Jumat (13/05/2016).

 Informasi yang dihimpun Media ini, Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mengatakan saya kira nanti ada teman-teman yang akan bertemu dengan badan legislatif (baleg), supaya ini masuk dalam prolegnas 2016 Katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Yasonna juga mengajak Komnas Perempuan dan seluruh aliansinya untuk terus bekerja sama dengan DPR agar RUU tersebut bisa segera diproses. Dia berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut bisa diselesaikan dan disahkan pada tahun ini," Apalagi ini sudah ada kajian akademiknya dan rancangannya pun sudah dibuat, tinggal kita baca saja “ Ucap Menteri Yasonna.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo yang berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Pembangungan Manusia dan Kebudayan Puan Maharani juga telah sepakat untuk memberatkan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak. Pemberatan hukuman tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). "Semoga perppu ini juga bisa diselesaikan usai masa sidang 2016," kata Menteri Yasonna.

Namun dia menjelaskan, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini berbeda dengan Perppu yang akan disahkan presiden. Dalam Perppu tersebut lebih menekankan dan spesifik pada perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual. "Kemarin pemerintah sudah tegas, presiden arahannya jelas bahwa ada kebutuhan mendesak agar bagaimana bisa memberikan perlindungan anak-anak dalam kekerasan seksual," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, tindakan kekerasan seksual tidak hanya sebatas pemerkosaan, namun juga berupa pemaksaan berhubungan intim, penyiksaan seksual, hingga perbudakan seksual dan lain sebagainya.

Ia memaparkan, hingga saat ini akses korban untuk mendapatkan pembelaan dan proses di jalur hukum masih buruk, terlebih hingga tahap mendapatkan kebenaran. "Sebesar 40 persen kasus yang dilaporkan berhenti di kepolisian, 10 persen sampai ke pengadilan. Sisanya hanya diselesaikan dengan cara mediasi," ucap Wahyuni.

Dia menambahkan, kejahatan seksual tidak boleh terjadi dan kompleksnya masalah tersebut menekankan agar dibentuk sebuah peraturan tegas untuk menindak kejahatan jenis tersebut.

Perppu Kebiri. Terkait hukuman kebiri, Yasonna Laoly mengatakan bahwa hukuman kebiri yang masuk dalam rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tidak berlaku bagi pelaku kekerasan seksual yang belum dewasa atau anak-anak," Kalau pelakunya anak-anak tentu beda, ada UU peradilan anak yang tentu membedakan. Baik pengadilan dan pendekatan hukumnya juga beda " Kata Yasonna.

Dia menjelaskan, bagi pelaku yang masih di bawah umur tentu akan mendapat pendampingan secara khusus, termasuk bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Keduanya sama-sama harus diberikan pendampingan psikologi termasuk dilakukannya terapi kejiwaan dan medis," Tapi ya itu, kebiri bukan untuk (pelaku) anak-anak, perlu pendampingan dan terapi. Jadi supaya jangan menjadi persoalan lagi setelahnya “ Jelas Yasonna.

Yasonna menegaskan bahwa hukuman tersebut tidak akan dipukul rata. Dalam prosesnya, pemberian hukuman melalui cara "chemical castration" tersebut akan dipertimbangkan melalui sejumlah fakta dan keterangan yang didapat selama masa penyidikan. Dilihat situasi dan faktanya oleh hakim. Kalau dia (pelaku) pedofilia yang berulang, ya menurut kami yang seperti ini perlu ditangani melalui kebiri medis “ Kata Yasonna.(Sandy).

Tidak ada komentar