Ganti Rugi Diubah Jadi Bansos, Tiga Pejabat Pemkot Di Periksa
Samarinda.Metro
Sumut
Tiga pejabat
Pemkot Samarinda akhirnya dipanggil bersaksi dihadapan majelis hakim dalam
Persidangan perkara korupsi
bantuan sosial (bansos) Benanga di Pengadilan Tipikor Samarinda. Minggu
(06/12/2015).
Informasi
yang dihimpun Media ini, Mereka adalah mantan Kabag Perkotaan Busrani, Kasubbag
Administrasi Perkotaan Yusdiansyah, dan Kabag Kesra kala itu Decky Zulkifli. Di
persidangan kemarin (3/12), jaksa penuntut umum (JPU) juga menghadirkan pemilik
lahan, Abidinsyah, dan Naim “makelar” bansos Benanga.
Abidinsyah
mengaku tidak mengetahui Kelompok Tani Beringin itu. Namun, dia mengklaim punya
lahan sebanyak 4 hektare. Duit yang dia terima dari Abbas itu untuk ganti rugi
lahan miliknya. Majelis hakim menyayangkan uang Rp 1,8 miliar yang mestinya
diberikan kepada 16 pemilik lahan, malah dikuasai empat orang, Abidinsyah hanya
menjawab, tidak tahu. “Saya, Abbas, dan Naim ke DPRD Kaltim untuk meminta
pertolongan pencairan ” Urainya.
Naim
mengatakan duit yang ia terima dari Abbas itu merupakan uang jasa mengurus
ganti rugi lahan. Naim yang tidak memiliki lahan menyebut, adanya persentase 70
persen untuk Abbas dijanjikan sejak awal. “Saya berdua Abbas saja kala itu “
Katanya.
Sementara
itu, Busrani kerap menjawab dengan berbelit-belit. Dia juga sering mengucapkan
lupa dan tidak tahu. Bahkan, majelis hakim mesti menegaskan pertanyaan
berkali-kali. Busrani menuturkan, tugasnya kala itu mendata 16 pemilik lahan.
Selesai
didata dibawa ke Bagian Kesra Setkot Samarinda. “Ada nilai uang tapi secara
global. Kalau ganti rugi terlalu mahal karena perhitungan NJOP (nilai jual
objek pajak, Red), makanya diubah menjadi santunan ” Ucap Busrani.
Menurut
Yusdiansyah, ganti rugi lahan mesti ada perencanaan awal. Lalu,
diinventarisasi, diukur, dinilai, dan musyawarah. Dalam kasus itu, duit berubah
jadi bantuan sosial.
Dia menyebut,
permohonan yang masuk merupakan ganti rugi, tapi nomenklatur kegiatan dan
pelaksanaan berbeda dan tak ada perencanaan,” Tidak bisa ganti rugi karena
kalau ganti rugi harus ada perencanaan. Ada saran dialihkan ke bantuan social “
Ungkapnya.
Ia mengaku
meninjau ke lapangan kala itu. Namun, dalam peninjauan itu Yusdiansyah tidak
bertemu dengan 16 pemilik lahan, tapi hanya perwakilan. Yakni, Abidinsyah dan
Johansyah. Majelis hakim bertanya, begitukah SOP-nya? Yusdiansyah menjawab,
dalam SOP memang harus ada semua pemilik lahan.
Majelis hakim
membalas, kenapa berkas bisa lolos padahal tidak ketemu 16 pemilik lahan?
Alasan Yusdiansyah, ada dua orang perwakilan masyarakat itu. Majelis hakim
mencecar lagi, bolehkah seperti itu? Yusdiansyah terdiam.
Majelis hakim
menegaskan, tanpa persyaratan tersebut, uang rakyat Rp 1,8 miliar tak bisa
dicairkan. Namun Yusdiansyah menyebut, bertemu perwakilan lahan untuk
menunjukkan fisik tanah. Menurut dia, beralihnya ganti rugi lahan ke bantuan
sosial karena surat dari pemprov.
Decky
Zulkifli menerangkan, kelompok tani tersebut memohonkan pencarian dana untuk
ganti rugi lahan Benanga yang sudah ada di kas daerah. Setelah Busrani
melimpahkan berkas kepada dirinya, anggaran tetap di Bagian Perkotaan Setkot
Samarinda.
Kemudian,
setelah ada perubahan baru anggaran masuk ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah (BPKAD). “Nomenklatur diubah dari ganti rugi menjadi bantuan sosial.
Anggaran bergeser ke BPKAD. Saya bikin telaah ke wali kota yang menerangkan
anggaran sudah ada di BPKAD sebesar Rp 1,8 miliar,” tandas dia.
Decky juga
yang memproses surat keputusan pencairannya. Kata dia, tak ada perincian berapa
nominal masing-masing yang mesti diterima pemilik lahan. Surat dari pemprov
hanya berbunyi Rp 1,8 miliar untuk 16 warga Benanga. Dia menegaskan bahwa 16
pemilik lahan itu ada, tidak fiktif. “Setelah pencairan, kebiasaan kami, pemilik
lahan mesti berhadapan langsung dengan KPA (kuasa pengguna anggaran, Red),”
ungkap dia.(Oto).
Post a Comment