Ambon.Metro Sumut
Tersangka Kasus Korupsi
Dana Bos Eks Kepala SD Negeri 4 Kataloka Kecamatan Pulau Gorom Kabupaten SBT
Samarudin Gurium, menangis saat divonis 1,6 tahun penjara oleh majelis hakim
Pengadilan Tipikor Ambon dalam kasus
korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS). Sabtu 26/12/2015).
Selain itu, ia juga
dihukum membayar denda 50 juta subsider dua bulan penjara, membayar uang
pengganti Rp 129.553.000, subsider empat bulan kurungan,Tangisan Samarudin
mungkin adalah tangisan bahagia, sebab vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang
diketuai Halija Wally, didampingi
Samsidar Nawawi dan Abadi sebagai anggota lebih ringan dari tuntutan JPU, yang
menuntutnya dengan hukuman 3,6 tahun penjara.
Informasi yang dihimpun
Media ini, Samarudin yang mengenakan kemeja lengan panjang abu-abu bergaris itu
menumpahkan air mata saat dipeluk penasihat hukumnya, Latief Lahane, usai
mendengar pembacaan vonis.
Majelis hakim dalam amar
putusannya menyatakan, terdakwa Samarudin secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana korupsi secara berencana dan melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU
Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat (1) ke 1 KUHPidana, dengan ancaman
pidana penjara maksimal 20 tahun.
JPU YE Ahmadaly menyatakan, pikir-pikir atas
putusan majelis hakim tersebut, Untuk diketahui, kasus korupsi dana BOS yang
melibatkan Samarudin Gurium berawal,
pada tahun 2013, SD Negeri 4 Kataloka memperoleh dana BOS yang bersumber dari
APBN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 81.780. 000. Dan di
tahun 2014, SD Negeri 4 Kataloka kembali mendapat dana BOS sebesar Rp
82.940.000.
Dana BOS tahun 2013 dan
tahun 2014 tersebut disalurkan dalam dua tahap/semester. Periode Januari-Juni
dan Juli-Desember, dengan besaran dana per siswa sebesar Rp 580 juta per
tahunnya, Sesuai buku petunjuk teknis BOS, pihak sekolah diwajibkan mengadakan
rapat dengan komite sekolah dalam rangka membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT)
dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS), dimana RKAS tersebut
berisi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah, dan besar dana per
kegiatan itu bersumber dari dana BOS.
Namun kenyataanya,
Samarudin Gurium selaku kepala sekolah tidak pernah melakukan rapat dengan
dewan guru dan komite sekolah untuk membahas kegiatan-kegiatan yang akan
disusun dalam RKAS itu, sehingga, sejak tahun 2013-2014 pihak sekolah tidak
pernah membuat RKAS sebagai suatu rencana atau acuan penggunaan dana-dana yang
diterima di sekolah.
Selain itu, lanjut JPU,
pencairan dana BOS seharusnya dilakukan oleh kepala sekolah bersama bendahara,
dan selanjutnya dana tersebut disimpan bendahara, dan pengeluaran serta penggunaannya
juga seharusnya dilakukan bendahara atas perintah kepala sekolah, kemudian bendahara
berkewajiban membuat laporan pertanggungjawaban. Namun, penerimaan dan
pencairan dana dilakukan sendiri oleh terdakwa tanpa melibatkan bendaharanya,
Jafan Gurium.
Akibat perbuatan terdakwa
Gurium mengakibatkan kerugian negara. Nilai kerugian itu diperoleh dari nilai
realisasi jumlah dana kegiatan yang tidak dilaksanakan atau fiktif, tetapi
dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban. Rinciannya di tahun 2013, jumlah
total pencairan dana sebesar Rp 81 juta, total kegiatan fiktif Rp 71.937.000,
nilai realisasi pengeluaran dana Rp 9.943.000.
Kemudian di tahun 2014,
pencairan dana Rp 82 juta, kegiatan fiktif Rp 57.616.000, nilai realisasi
pengeluaran dana Rp 24.348.000. Kerugian negara dalam pengelolaan dana BOS
tahun 2013 Rp 71.937.000, sedangkan tahun 2014 Rp 57.616.000. Jadi total
kerugian negara sebesar Rp 129.553.000.(Yason).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar