Terdakwa Ini Heran Status Justice Collaborator Tidak Dipertimbangkan
Jakarta.Metro
Sumut
Staf
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, Rinelda
Bandaso, divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan
kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Vonis dijatuhkan oleh
majelis hakim yang terdiri Baslin Sinaga, Mas'ud, Didiek Riyono Putro, Titi,dan
Sigit Purnomo. Selasa (10/05/2016).
Informasi
yang dihimpun Media ini, Vonis tersebutlebih rendah dibanding tuntutan penuntut
umum KPK yang meminta agar Rinelda dihukum selama lima tahun dikurangi tahanan
dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Majelis menilai, Rinelda
terbukti melanggardakwaan pertama yaitu Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam
hal yang memberatkan, majelis menilai, perbuatan Rinelda tidak mendukung
program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. “Hal yang meringankan terdakwa
belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya," kata ketua majelis hakim
Baslin Sinaga.
Terhadap
putusan tersebut, Rinelda pikir-pikir. “Kami pikir-pikir yang mulia,” katanya.
Namun seusai sidang, Rinelda mengaku heran atas putusan yang dijatuhkan kepada
dirinya. Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi kebingungan dirinya atas
putusan yang baru saja dijatuhkan.
"Masih
pikir-pikir, saya kan tidak terima APBN. Hakim juga tidak memasukkan justice
collaborator," kata Rinelda mengacu pada status justice collaborator yang
diberikan pimpinan KPK berdasarkan surat pimpinan KPK No. 1212/01/55/12/2015
tanggal 15 Desember 2015 silam.
Rinelda
selaku staf administratif Dewie,dinilai terbukti mempertemukan Kepala Dinas
ESDM kabupaten Deiyai Papua Irenius Adii dengan Dewie Limpo untuk membahas
rencana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai. Pada kesempatan
itu, Dewie bersedia mengawal agar Kabupaten Deiyai mendapat dana APBN.
Pada
30 Maret 2015, setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan
Kementerian ESDM, Dewie memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman
Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen
EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana.
Dewie
kemudian meminta agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survei Rencana
Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di
Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan
Basir. Setelah itu, Dewie meminta Rinelda aktif menanyakan tindak lanjut
proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Pada
28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan
Irenius. Dalam pertemuan itu, Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana
pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan yaitu Rp50 miliar dan
Irenius mengatakan akan mengupayakannya.
Lalu,
tanggal18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta
dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus
Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan
tujuh persen dari anggaran yang diusulkan. Kemudian ia meminta Setiady
menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke
Rinelda.
Setiady
pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebesar Rp1,7 miliar dalam
bentuk dolar Singapura. Uang diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal
Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu
Sing$177.700 dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Rinelda mewakili
Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai
saksi.
Isi
surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana
pekerjaan. Terkait perkara ini, Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis
masing-masing dua tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50
juta dengan kurungan pengganti denda selama tiga bulan.(Melvy).
Post a Comment