Pengusaha Baja Tokal Tertekan Akibat Serbuan Baja Impor
Jakarta.Metro
Sumut
Untuk
bisnis baja nasional sangat tertekan akibat membanjirnya produk baja impor.
Sebab, produk impor dapat mengancam keberlangsungan industri baja lokal.
Meskipun bea masuk sudah dinaikkan namun itu belum efektif menghadang impor.
Informasi
yang dihimpun Media ini, Baldeo Prasad Banka Managing Director PT Ispat Indo
mengatakan perusahaannya terpaksa menutup satu line pabrik dan mengistirahatkan
500 karyawan sebagai dampak membanjirnya produk baja impor. Sebagai produsen utama produk baja wire rod,
Ispat Indo memiliki pangsa pasar 60%. Namun pangsa pasar terus tergerus sampai
15% lantaran kondisi derasnya baja impor yang masuk ke dalam negeri.
"Tentunya bisnis perusahaan akan terganggu “ Katanya Senin (26/09/2016).
Impor
baja membanjiri pasar lokal juga pernah terjadi pada tahun lalu yang dikemas
melalui produk baja ringan dengan menambah unsur paduan atau dikenal dengan
istilah baja paduan. Produk baja paduan selama ini memang mendapat fasilitas
bea masuk dari pemerintah, namun kemudian hal ini disalahgunakan importir
dengan memasukan produk baja paduan dengan kandungan di bawah standar. Kondisi
demikian membuat harga baja impor ini menjadi lebih murah dibandingkan dengan
baja yang dibuat produsen dalam negeri.
Sementara
itu, juru bicara PT Gunung Garuda, Ketut Setiawan menyampaikan, pemerintah
sebelumnya pernah berhasil memperketat impor baja paduan ini dengan mengenakan
bea masuk terhadap produk baja paduan yang tidak memiliki standar SNI.
"Kebijakan tersebut serta sempat berjalan efektif, namun entah mengapa
kembali lagi terjadi pada tahun ini," ungkap Ketut.
PT
Gunung Garuda merupakan produsen baja profile yang biasa digunakan untuk
pekerjaan konstruksi dan infrastruktur. Perusahaan ini juga merasakan turunnya
pangsa pasar akibat serbuan baja impor berkedok baja paduan.
"Permintaan
baja profile yang dipasok dari perusahaan kami dan PT Krakatau Wajatama (anak
usaha PT Krakatau Steel) berkisar 400.000 ton per tahun, namun akhir-akhir ini
angka tersebut tidak pernah tercapai," ujar Ketut.
Pemerintah,
lanjut Ketut, seharusnya mengantisipasi membanjirnya produk baja impor terkait
dengan kelebihan stok negara-negara produsen utama baja seperti China yang saat
ini memiliki kapasitas 750 juta ton per tahun. Bandingkan dengan kapasitas
produksi Indonesia yang hanya 10 juta ton per tahun.(Sandy).
Post a Comment