Derita Florentina Simarmata Gadis Yatim Piatu

Dolok Panribuan.Metro Sumut
Saat orang-orang masih tidur, seorang gadis belia sudah terlihat berjalan menelusuri gelapnya subuh. Adalah Florentina Simarmata (15), gadis yatim piatu dari Nagori (desa) Siatasan Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun, yang setiap pagi harus berangkat pukul 04.30 pagi dari rumah menuju sekolahnya di SMPN 2 Tiga Dolok. Sabtu (21/05/2016).

Informasi yang dihimpun Media ini, Setiap pagi, langkahnya hanya ditemani obor bambu. Sendiri menelusuri jalan yang masih berembun tanpa lampu jalan. Gadis ini bahkan tak merasakan lagi dinginnya embun pagi itu,“ Pagi berangkat tengah 5 ke sekolah, Pak. Sendiri saja jalan kaki pakai obor bamboo “ Kata gadis pintar ini.

Berjalan kaki ke sekolah sudah ia lakoni sejak 3 tahun lalu, hingga kini ia duduk di bangku kelas 3 SMP yang baru usai menjalani UN,“ Mulai dari kelas 1 (SMP) sampai sekarang. Sudah tiga tahunlah, Pak ” Ucapnya lagi sembari mengaku punya perasaan takut setelah dengar berita soal si ‘Yuyun’ di Bengkulu.

Tapi mau gimana lagi, intinya bisa terus sekolah. Saat di sekolah, Florentina selalu menghabiskan waktunya di dalam kelas saat lonceng istirahat berbunyi. Itu karena koin rupiah yang tak pernah ada di sakunya. Rasa lapar selalu menghampirinya setiap hari. e
Kenapa? Berangkat pukul 04.30 pagi, ia baru bisa makan pukul 16.00 sore setiba di rumah.

Sepeninggal ayah dan ibunya yang telah pergi mangahadap Sang Ilahi, Florentina tinggal bersama neneknya yang kini telah berusia 60 tahun, juga adiknya, Horas Simarmata (13) yang menyandang disabilitas (berkebutuhan khusus), tak bisa bicara dan berjalan.

Berangkat sekolah dari rumah pukul 04.30 pagi, Florentina baru bisa tiba kembali di rumah pukul 16.00 sore. Meski sudah lelah setelah menempuh 10 Km perjalanan, Florentina tetap tidak bisa menyisihkan sedikit waktunya untuk istirahat.

Sehabis makan, ia harus langsung membantu neneknya ke ladang. Sedangkan adiknya hanya tinggal sendiri di rumah ditemani tv 16 inch peninggalan ayahnya,” Kalau adik sendiri saja di rumah, soalnya adik nggak bisa jalan dan bicara “ Ungkap Florentina.

Belum lagi saat hujan mengguyur ketika dia akan pulang sekolah, Florentina hanya bisa berteduh di teras rumah pinggir jalan karena gerbang sekolah harus ditutup. Ia hanya bisa memandangi teman-temannya yang naik angkutan umum atau dijemput ayah mereka, sesekali tatapannya mengarah ke langit, berharap hujan segera reda.

Saat itu terjadi, hatinya selalu memikirkan adiknya yang pasti kelaparan, itu karena adiknya hanya tinggal sendiri di rumah sebab neneknya ke ladang. Karena itu, terkadang Florentina harus menerobos guyuran hujan, melewati jalanan kupak-kapik dengan sepatu usangnya. Kerikil tajam itu kadang tak ia perdulikan lagi kala tepat menancap telapak kakinya.

Sepulang dari ladang, Florentina masih harus menjalani kesibukannya yang lain. Memasak, mencuci piring, membersihkan rumah dan yang lain, termasuk memandikan adiknya. Semua itu ia lakukan karena ia tidak ingin menambah pekerjaan untuk neneknya,“ Sampai rumah masih masak sama ngerjain yang lain. Biar nenek nggak capek lagi “ tuturnya lagi.

Meski kehidupan mereka pas-pasan, tak menyurutkan niat Florentina untuk menggantungkan cita-citanya sebagai seorang dokter,“ Mau jadi dokter, biar bisa merawat nenek sama adik ” Sebutnya dengan wajah tertunduk.

Kehidupan gadis belia ini memang miris sejak 2013 lalu. Awal tahun 2000-an, ibunya meninggal di Pangkal Pinang, tak lama setelah adiknya lahir. Sepeninggal ibunya, ayahnya menikah lagi, mereka hanya tinggal berdua karena ibu tirinya pergi entah kemana,” Nggak lama adik lahir, mamak ninggal “ Tutur Florentina dengan meneteskan air mata.

Ia mengaku tidak mengetahui persis seperti apa kematian ibunya, bahkan ia tidak dapat menggambarkan lekuk wajah ibunya saat tersenyum. Cerita soal ibunya hanya ia dengar dari kisah sang nenek,“ Soalnya aku masih kecil, jadi nggak ingat bagaimana kematian mamak. Aku taunya karena diceritakan nenek “ Ujarnya.

Sejak mamak meninggal, ayah nikah lagi. Tapi tahun 2013 lalu ayah meninggal. Mamak (tiri) kabur ninggalin aku sama adek. Makanya kami jadi tinggal sama nenek “ Ucap gadis berambut lurus ini dengan matanya yang kian sembab.

Sementara Camat Dolok Panribuan Walter E Malau yang mengunjungi Floren dan keluarganya serta memberikan bantuan, mengakui pihaknya sedang mengurus administrasi terhadap Florentina, Kita memang sedang mengurus administrasinya mulai dari jenjang pemerintahan nagori dan kecamatan, bahkan akan mengusulkan kepada pemerintah kabupaten. Agar melalui Dinas Sosial, dapat mendukungnya pembiayaan pendidikannya sampai ke jenjang yang lebih tinggi lagi “ Kata Walter.

Ia mengakui bahwa beban yang ditanggung Florentina ini tak ringan,” Ia mempunyai beban dan tanggung jawab mengurus adiknya Horas Simarmata yang kondisinya lumpuh sejak lahir. Jadi bebannya sangat berat, mengurus adiknya sebelum dan setelah sekolah seperti yang telah dilakukan selama ini “ UcapWalter.

Diharapkan, lanjut Walter, Horas Simarmata adik Floren dapat diasuh di panti asuhan, sehingga Floren dapat melanjutkan pendidikannya.

Sebelumnya, anggota DPRD Simalungun Tumpak Silitonga dan Dundung Damanik yang meninjau pelaksanaan UN di SMPN 2 Dolok Panribuan, sudah mengetahui kondisi Floren. Itu setelah pihak sekolah menyampaikan tentang kisah Floren yang terbilang pintar di kelas. Sebab selama ini ia selalu mendapat rangking 10 besar.

Mendengar hal itu, Tumpak Silitonga langsung menawarkan kepada Florentina agar bersedia menjadi anak angkatnya. Tumpak berjanji akan menyekolahkannya di salah satu SMA yang ada di Kota Siantar, bahkan hingga mahasiswa. Namun saat itu Florentina menolak tawaran tersebut. Sambil menangis, Floren mengaku tidak mau karena tidak bisa meninggalkan adiknya.(Amal/Red)


Tidak ada komentar